Foto : Sri Sultan HB 10
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X memberikan maaf kepada Florence Sihombing. Kedatangan mahasiswi S2 kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut didampingi Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset UGM Budi Wingnyosukarto dan Dekan Fakultas Hukum UGM Paripurna. Florence datang untuk meminta maaf kepada Sultan selaku gubernur, sekaligus Raja Keraton Yogyakarta. Florence menjadi tersangka karena pernyataannya yang dinilai menghina warga Yogyakarta melalui akun media sosial.
"Dia (Florence) telah menyampaikan permohonan maaf dengan tulus. Kewajiban saya memberikan maaf," kata Sultan di hadapan media seusai bertemu Florence sekitar satu jam di Kepatihan Yogyakarta, Kamis siang, 4 September 2014.
Sultan pun berharap, pemberian maaf juga disampaikan oleh masyarakat Yogyakarta kepada Florence. Lantaran maaf akan menghilangan amarah, emosi, dan dendam.
"Berilah kesempatan kepada Florence untuk tetap di Yogyakarta. Untuk menyelesaikan pendidikan S2-nya," kata Sultan.
Sultan berharap Florence tak hanya menyelesaikan studi formalnya, tapi juga menjalani pendidikan budaya dengan bergaul bersama masyarakat Yogyakarta dan etnis lainnya. Florence pun berharap bisa menyelesaikan studinya di UGM.
"Terima kasih kepada Sultan yang telah mendengarkan permintaan maaf saya. Dan, saya mau menyelesaikan pendidikan di sini," kata Florence yang siang itu tampil dengan blus putih dan roh bawah corak polkadot warna krem. Dia pun membeberkan pelajaran penting yang dipetiknya dari kasus tersebut. "Hargai orang lain," kata Florence.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah DIY Ajun Komisaris Besar Any Pudjiastuti menyatakan meskipun ada pencabutan laporan oleh pelapor dan ada perdamaian melalui mediasi yang akan dilakukan Gusti Kanjeng Ratu Hemas, proses hukum tetap berjalan. Alasannya, kasus Florence menyangkut hukum absolut yang artinya tetap berjalan meski ada pencabutan laporan.
"Soal mediasi dengan keraton, saya belum 86. Yang jelas, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sudah turun," kata Any saat ditemui Tempo di Kepatihan.
Bahkan, kepolisian tengah berkoordinasi dengan kejaksaan berkaitan dengan proses penyidikan kasus tersebut. Dekan Fakultas Hukum UGM Paripurna belum bisa menjelaskan, apakah UGM akan memberikan advokasi kepada Florence. Namun, dia berharap, mediasi dengan Hemas yang menghadirkan pelapor pada 4 September malam di Keraton Kilen akan menghasilkan perdamaian. Antara lain, pencabutan laporan dan pemberian maaf dari pelapor.
"Kalau sudah ada maaf dan laporan dicabut, mau apa lagi? Kalau kemanfaatannya lebih besar, tentu proses pidana tidak perlu ditempuh," kata Paripurna. Sultan pun menegaskan, dia tak mempunyai kewenangan berkaitan dengan proses hukum tersebut.
Sumber
"Dia (Florence) telah menyampaikan permohonan maaf dengan tulus. Kewajiban saya memberikan maaf," kata Sultan di hadapan media seusai bertemu Florence sekitar satu jam di Kepatihan Yogyakarta, Kamis siang, 4 September 2014.
Sultan pun berharap, pemberian maaf juga disampaikan oleh masyarakat Yogyakarta kepada Florence. Lantaran maaf akan menghilangan amarah, emosi, dan dendam.
"Berilah kesempatan kepada Florence untuk tetap di Yogyakarta. Untuk menyelesaikan pendidikan S2-nya," kata Sultan.
Sultan berharap Florence tak hanya menyelesaikan studi formalnya, tapi juga menjalani pendidikan budaya dengan bergaul bersama masyarakat Yogyakarta dan etnis lainnya. Florence pun berharap bisa menyelesaikan studinya di UGM.
"Terima kasih kepada Sultan yang telah mendengarkan permintaan maaf saya. Dan, saya mau menyelesaikan pendidikan di sini," kata Florence yang siang itu tampil dengan blus putih dan roh bawah corak polkadot warna krem. Dia pun membeberkan pelajaran penting yang dipetiknya dari kasus tersebut. "Hargai orang lain," kata Florence.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah DIY Ajun Komisaris Besar Any Pudjiastuti menyatakan meskipun ada pencabutan laporan oleh pelapor dan ada perdamaian melalui mediasi yang akan dilakukan Gusti Kanjeng Ratu Hemas, proses hukum tetap berjalan. Alasannya, kasus Florence menyangkut hukum absolut yang artinya tetap berjalan meski ada pencabutan laporan.
"Soal mediasi dengan keraton, saya belum 86. Yang jelas, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sudah turun," kata Any saat ditemui Tempo di Kepatihan.
Bahkan, kepolisian tengah berkoordinasi dengan kejaksaan berkaitan dengan proses penyidikan kasus tersebut. Dekan Fakultas Hukum UGM Paripurna belum bisa menjelaskan, apakah UGM akan memberikan advokasi kepada Florence. Namun, dia berharap, mediasi dengan Hemas yang menghadirkan pelapor pada 4 September malam di Keraton Kilen akan menghasilkan perdamaian. Antara lain, pencabutan laporan dan pemberian maaf dari pelapor.
"Kalau sudah ada maaf dan laporan dicabut, mau apa lagi? Kalau kemanfaatannya lebih besar, tentu proses pidana tidak perlu ditempuh," kata Paripurna. Sultan pun menegaskan, dia tak mempunyai kewenangan berkaitan dengan proses hukum tersebut.
Sumber